Kamis, 13 Oktober 2011

Air Hujan ?


Membuat Sistem Pengelolaan Air Hujan


Hujan adalah anugerah, tapi jika lingkungan sebagai “penampung alami” rusak maka hujan akan menjadi cobaan. Banjir di daerah urban dan longsor di daerah bergunung kembali akan terjadi. Banjir yang terjadi karena saluran pembuangan yang buruk dan sedikitnya drainese serta semakin berkurangnya ruang terbuka hijau. Di musim hujan kita seperti kelebihan air, sangat klise dengan apa yang terjadi di musim kemarau.

Air adalah sumber kehidupan, tapi terlalu banyak atau terlalu sedikit air akan menjadi ancaman terhadap kehidupan. Bisakah kita “menabung” air hujan untuk dipanen di kemudian hari?


The Rainwater Utilization System

Dengan semakin padatnya penduduk, kebutuhan akan air menjadi semakin meningkat. Seiring dengan itu, dari waktu ke waktu kondisi permukaan air tanah semakin menurun. Dampak penurunan muka air tanah ini bukan tanpa masalah. Buruknya kualitas air yang kita konsumsi merupakan salah satu akibat. Apalgi bagi daerah yang mempunyai ketinggian rendah, seperti pesisir pantai. Akan mendorong terjadinya penyusupan (intrusi) air laut sehingga air tanah akan berasa payau karena tercampur oleh air laut yang mempunyai kadar garam yang tinggi. Akibat yang lebih parah adalah amblasnya permukaan tanah (land subsidence) dan menurunkan daya dukung kota. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi keberadaan bangunan-bangunan tinggi dan prasarana kota.

Ironisnya, di tengah kesulitan air tersebut hujan yang melimpah umumnya dibiarkan saja terbuang. Hanya sedikit dari masyarakat yang mau memanfaatkannya. Padahal jika air hujan mau dimanfaatkan, hampir sebagian kebutuhan air dapat ditanggulangi. Seperti untuk mencuci, mandi, wc, menyiram tanaman, mencuci kendaraan dan lain-lain.



Ada suatu teknologi dimana air hujan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari akan air. Teknologi ini pernah dimanfaatkan oleh Yayasan Mutiara Hujan, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam konservasi hujan. Teknologi tersebut bernama “The Rainwater Utilization System”.

Secara sederhana sistem teknologi ini meliputi sistem pengumpulan, penyimpanan dan pemanfaatan hujan. Penampungan hujan dilakukan dengan membuat bak-bak (tandon) penampungan. Pengoperasian sistem dilakukan dengan sistem pemipaan secara khusus. Teknologi pemanfaatan hujan ini disusun berdasarkan fungsi-fungsi seperti pengumpulan hujan, penyimpanan hujan, penentuan syarat hujan, pendistribusian, pengaliran hujan yang berlebih dan pengisian bak penampungan di musim kering.

Dengan teknologi pemanfaatan hujan ini, masyarakat dapat secara mandiri memenuhi kebutuhan airnya. Yang tidak kalah penting adalah menjaga kelestarian sirkulasi air alami, serta menciptakan keharmonisan antara penataan lingkungan perkotaan dan curah hujan.

Menurut perhitungan dari Yayasan Mutiara Hujan, jika misalnya jumlah rumah di suatu kota sebanyak 2.204.288 buah dengan luas atapnya rata-rata 60 m2 dan curah hujan turun 1800 mm/tahun, maka potensi simpanan air adalah 60m2/rumah x 1,8 m/tahun x 2.204.288 rumah. Artinya, akan ada 238,7 juta m3 air hujan per tahun (Aikon, Sigit Witjaksono, Pemanfaatan Hujan Untuk Pelestarian Alam). Bayangkan, berarti jumlah ini jauh melebihi kapasitas produksi PDAM atau setara dengan bendungan raksasa!

Namun, sayangnya teknologi ini belum banyak dilirik masyarakat. Hal ini karena sedikitnya informasi tentang pemanfaatan air hujan serta tidak lepas dari persepsi masyarakat tentang hujan. Misalnya sebagian masyarakat menganggap bahwa hujan tidak dapat digunakan untuk minum, sehingga mereka menolak untuk memanfaatkannya. Yang kedua, masyarakat belum atau tidak terbiasa menggunakan hujan sebagai sumber air bersih untuk kegunaan selain air minum. Bersamaan dengan itu, di kalangan perencanaan bangunan dan kebijakan juga masih menganggap bahwa hujan tidak bisa dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air karena teknologinya belum mereka ketahui.

Coba bayangkan, kalau saja rumah tinggal, kompleks perumahan, tempat ibadah, gedung-gedung perkantoran, taman dan jalan-jalan perkotaan dimanfaatkan untuk dibuatkan teknologi pemanfaatan hujan. Setidaknya dapat menjadikan masalah air di tahun-tahun mendatang dapat diatasi. Sebab, di era pembangunan saat ini, kota-kota di Indonesia termasuk dalam kategori daerah kekurangan air dalam batas ambang kebutuhan. Dalam pengertian ini, daerah perkotaan akan selalu dilanda kekeringan di musim kemarau. Jika sudah begini, jadilah air seharga mutiara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar